Senin, 16 Februari 2009

Aku Cinta Kau dan Dia




Apa yang tersisa dari sepotong hati yang terluka?

Aku telah menemuinya. Menatapnya dalam diam.
Matanya teduh, lembut dan penuh sabar.
Tiada riak emosi. Yang kurasakan hanya kepasrahan yang mengalir.
Sebuah ketenangan yang luar biasa.

Aku telah menemuimu. Menatapmu dengan airmata.
Andai kau beri aku sebuah ruang untuk berpikir dan memilih.
Tapi kutahu kau takkan pernah berikan ruang itu.
Karena kau sangat mengenalku.

Lalu kini, semua membeku.
Cair lalu kembali membeku.
Membeku dalam heningku.
Membeku dalam ketidaktegasanmu.

Apakah kau pernah mencoba memahami hati wanita?
Apakah kau pernah tahu berkorban adalah jalan hidup wanita?
Wanita selalu memilih untuk berkorban,
mengorbankan dirinya, demi yang dicintainya.

Lalu kini, siapa yang kau inginkan untuk berkorban?
Ketika semua memilih untuk berkorban, lalu apa yang yang kau dapatkan?
Ketika semua memilih untuk membahagiakan yang lain,
lalu siapa yang sebenarnya akan bahagia?

Aku telah menemuinya. Memeluknya erat.
Aku tahu ia tak pernah membenciku.
Aku tahu aku tak pernah bisa menyakitinya.
Aku tahu kasih tlah hadir di ruang itu.

Namun aku tak pernah yakin, apakah aku sanggup melaluinya.
Aku tidak siap dengan kenyataan ini.
Aku tahu kau pun tak siap.
Dan juga dia.

Bagaimana semua ini bisa terjadi, tak pernah bisa kumengerti.
Mengapa kau bersikukuh mengejar awan di langit?
Mengapa kau bersikeras meredakan ombak?
Mengapa kau berkorban demikian besar tuk meruntuhkan hatiku?
Cinta ini tak pernah padam. Cinta ini selalu ada.
Cinta ini terus berharap. Harapan yang membuatnya selalu hidup.
Menanti seseorang yang pantas menerimanya.
Tuk selamanya.
Ku tak sanggup memadamkan api yang telah kau kobarkan.

Kuharap kau mengerti.

Ijinkan Aku Mencintainya


Hanya Engkau yang bisa mendengar syair jantung

Ketika mata saling bertatap, seketika
Rasa itu membukit di balik pintu ruang diamku
Saat ini, sejak pertemuan siang itu

Diri tak kuasa menepis bayang-bayang
Menjadikan jiwaku bergetar
Hatiku terbakar rasa
Ingin menuju sendirinya

Jangan matikan rasaku
Walau diri masih berselimut debu
Setelah perjalanan panjang menuju kasih

Yang tak putus karena-Mu

Tuhan
Hanya Engkau yang tahu
Pada sujud aku merenung
Bersimpuh membunuh sepi
Dengan cinta yang tunggal
Agar jiwa ini selalu merindu
Hanya kepada-Mu

Namun
Ijinkan aku mencintainya, Tuhan.

Aku Mencintaimu, Seperti Orang Lain Mencintai Kekasihnya
















Aku mencintaimu dalam senyum sekuncup bunga yang mekar
dengan warna warni pelangi.

Aku mencintaimu dalam putih awan yang tak henti melayar
di birunya langit mimpi.

Aku mencintaimu dalam puisi gunung yang mengalir
dari gemericik sungai.

Aku mencintaimu dalam beku salju yang mencair
dari hempasan badai.

Aku mencintaimu dalam sedu gerimis yang melarutkan senja
kembali dalam pelukan malam.

Aku mencintaimu dalam cahaya kunang kunang yang menyimpan siang
dalam punggungnya.

Jika tanganku terlalu lemah untuk merengkuh bahumu
mungkin mataku masih menyimpan cahaya untuk membuatmu tersenyum.

Jika kakiku terlalu letih untuk menujumu
mungkin serat-serat rinduku masih cukup kuat untuk menggapaimu.

Jika suaraku terlalu sayup untuk berbisik kepadamu
mungkin degup jantungku masih cukup kencang untuk melembutkan hatimu.